Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak peserta Tax Amnesty (TA) untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela di tahun 2022. Melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini, Wajib Pajak dapat mengikuti PPS yang dimulai pada tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak dan diselenggarakan berdasarkan asas kesederhanaan, kepastian hukum, serta kemanfaatan.
Regulasi yang berlaku sebelum terbitnya UU HPP ini adalah jika Wajib Pajak peserta Program Pengampunan Pajak (baik orang pribadi atau badan) belum melaporkan seluruh harta dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) dan ditemukan data/informasi oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), atas harta tersebut dianggap sebagai penghasilan dan dikenai PPh final 25% (Badan), 30% (orang pribadi), atau 12,5% (WP Tertentu) berdasarkan PP No. 36 Tahun 2017 dari Harta Bersih Tambahan ditambah sanksi 200%.
Subjek Program Pengungkapan Sukarela
Subjek Program Pengungkapan Sukarela dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
- Kebijakan I, Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan peserta Tax Amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan saat mengikuti Tax Amnesty.
- Kebijakan II, Wajib Pajak Orang Pribadi dengan basis aset perolehan 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT tahunan 2020.
Objek Program Pengungkapan Sukarela
Dasar pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) dari PPS adalah harta bersih yang diungkapkan Wajib Pajak yang kemudian dianggap sebagai penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak tersebut. Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Berikut rincian Harta dan utang yang menjadi objek PPS :
- Kas dan Setara Kas (uang tunai, tabungan, giro, deposito, dan lain-lain).
- Piutang dan persediaan (piutang, piutang afiliasi, persediaan usaha, dan piutang lainnya).
- Investasi (saham yang dibeli untuk dijual kembali, saham, obligasi perusahaan, obligasi Pemerintah Indonesia, surat utang lainya, reksa dana, instrumen derivatif, penyertaan modal dalam perusahaan lain selain saham, dan investasi lainnya).
- Alat transportasi (sepeda, mobil, motor, dan transportasi lainnya).
- Harta Tidak Bergerak (tanah dan/atau bangunan tempat tinggal, tanah dan/atau bagunan tempat usaha, tanah atau lahan untuk usaha, dan harta tidak bergerak lainnya ).
- Harta Bergerak (logam mulia, batu mulia, barang-barang seni dan antic, peralatan elektronik, furniture, kapal pesiar, pesawat terbang, helikopter, jetski, peralatan olahraga khusus, serta harta bergerak yang lainnya).
- Harta Tidak Berwujud (paten, royalti, merek dagang, harta tidak berwujud lainnya).
- Hutang/Kewajiban (utang bank/lembaga keuangan bukan bank, kartu kredit, utang afiliasi, dan utang lainya).